Ada banyak hal yang tak pernah kita minta
Tapi Allah tiada alpa menyediakannya untuk kita
Seperti nafas sejuk, air segar, hangat mentari,
Dan kicau burung yang mendamai hati
Jika demikian, atas do’a-do’a yang kita panjatkan
Bersiaplah untuk diijabah lebuh dari apa yang kita mohonkan
Seorang kawan bertanya dengan nada mengeluh.
“Di mana keadilan Allah?”, ujarnya. “Telah lama aku memohon dan meminta padaNya satu hal saja. Kuiringi semua itu dengan segala ketaatan padaNya. Kujauhi segala laranganNya. Kutegakkan yang wajib. Kutekuni yang sunnah. Kutebarkan shadaqah. Aku berdiri di waktu malam. Aku bersujud di kala Dhuha. Aku baca kalamNya. Aku upayakan sepenuh kemampuan mengikuti jejak RasulNya. Tapi hingga kini Allah belum mewujudkan harapanku itu. Sama sekali.”
Saya menatapnya iba. Lalu tertunduk sedih.
“Padahal”, lanjutnya sambil kini berkaca-kaca, “Ada teman lain yang aku tahu ibadahnya berantakan. Wajibnya tak utuh. Sunnahnya tak tersentuh. Akhlaknya kacau. Otaknya kotor. Bicaranya bocor. Tapi begitu dia berkata bahwa dia menginginkan sesuatu, hari berikutnyasegalanya telah tersaji. Semua yang dia minta didapatkannya. Di mana keadilan Allah?”
Rasanya saya punya banyak kata-kata untuk menghakiminya. Saya bisa saja mengatakan, “Kamu sombong. Kamu bangga diri dengan ibadahmu. Kamu menganggap hina orang lain. Kamu tertipu oleh kebaikanmu sebagaimana iblis telah terlena! Jangan heran kalau do’amu tidak diijabah. Kesombonganmu telah menghapus segala kebaikan. Nilai dirimu hanya anai-anai beterbangan. Mungkin kawan yang kau rendahkan jauh lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah karena dia merahasiakan amal shalihnya!”